Apa perbedaan AFTA dan MEA?
ASEAN Free Trade Area (AFTA)
merupakan suatu bentuk kesepakatan yang dibuat oleh negara-negara ASEAN guna
melahirkan kawasan bebas perdagangan antara negara-negara ASEAN. AFTA sendiri
bertujuan untuk meningkatkan daya saing ekonomi dan bisnis ASEAN di kancah
internasional. Adapun harapan dibentuknya AFTA ini adalah agar negara-negara
ASEAN bisa menjadi basis produksi dunia.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
sendiri adalah masyarakat yang masuk dalam kawasan bebas area atau
negara-negara yang masuk dalam AFTA. Hal ini memungkinkan kawasan ekonomi suatu
negara yang masuk dalam MEA menjadi lebih luas dengan adanya perekonomian yang
mengglobal antara negara-negara ASEAN.
Untuk negara Indonesia, adanya
AFTA dan MEA sendiri memunculkan dua kemungkinan yaitu Indonesia akan semakin
berkembang menjadi negara pengekspor atau justru Indonesia akan menjadi negara
pengimpor. Hal itu tergantung pada kesiapan Indonesia dalam menghadapi kedua
hal tersebut.
Bagaimana upaya agar Indonesia
tidak kalah dalam persaingan di AFTA dan MEA?
Agar Indonesia tidak berujung
pada keterpurukan dengan adanya MEA dan AFTA tentu saja Indonesia harus
mempunyai amunisi agar bisa bertahan. Lantas langkah apakah yang harus ditempuh
Indonesia untuk menghadapinya?
1. Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM)
Sumber daya
manusia sangat menentukan kesiapan Indonesia dalam menghadapi MEA dan AFTA. Hal
ini dikarenakan sumber daya manusia merupakan komponen utama yang akan
menggerakkan jalannya roda industri. Peningkatan kualitas sumber daya manusia
dengan pendidikan akan memberikan angkatan kerja yang produktif dan mampu
menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas tinggi.
Selain
pendidikan dan pelatihan, komitmen karyawan bagi perusahaan juga sangat
penting. Jangan sampai SDM yang memiliki potensi dan bakat lebih memilih untuk
bekerja di perusahaan asing karena merasa di perusahaan asing mereka bisa
bekerja lebih nyaman dan terjamin.
2. Melakukan inovasi teknologi
Teknologi merupakan
induk dari keberlangsungan kehidupan dunia saat ini. Teknologi yang ada
tentunya sangat menentukan produk yang akan dihasilkan. AFTA menjadi tantangan
serius bagi perusahaan dalam mengoptimalisasi teknologi informasi. Hal senada
diungkapkan Presiden Direktur IBM Indonesia, Gunawan Susanto, Juni lalu. Salah
satu tantangan yang sudah menanti dalam AFTA, kata Gunawan, yakni masuknya
perusahaan teknologi dunia yang menyerang pasar di Indonesia. Untuk itu,
perusahaan Indonesia harus mewaspadai.
Menurut studi
yang dilakukan IBM, tujuh dari 10 perusahaan yang disurvei memahami
infrastruktur IT punya peranan penting dalam kompetisi atau mengoptimalisasi
keuntungan dan pendapatan. Dari kebanyakan responden, 62 persen perusahaan
sudah berencana meningkatkan belanja infrastruktur IT untuk 12 hingga 18 bulan
ke depan. Dengan adanya inovasi teknologi, sangat diharapkan akan membawa
Indonesia menuju negara yang lebih maju dari sebelumnya.
3. Mengusahakan agar Indonesia mampu menjadi negara pengekspor
Bukan rahasia
umum bahwa Indonesia masih berpredikat sebagai negara pengimpor, alih-alih
pengekspor. Hal ini dikarenakan masyarakat kelas menengah dan atas Indonesia
sudah terkenal sebagai masyarakat yang konsumtif. Ini terlihat misalnya orang
Indonesia rata-rata memiliki lebih dari satu smartphone atau tablet. Berbeda
misalnya dengan masyarakat Jepang yang terkenal dengan sifat hematnya. Indikasi
yang jelas dari Indonesia sebagai pasar saja adalah selalu defisitnya neraca
perdagangan internasional Indonesia dengan negara-negara ASEAN sejak tahun
2005.
Sebetulnya,
pekerjaan rumah bagi para pengusaha di Indonesia adalah bagaimana memenangkan
preferensi pasar atas produk asli Indonesia, baik pasar domestik, ASEAN, maupun
internasional. Pengusaha dan produsen Indonesia dituntut terus menerus dapat
meningkatkan kemampuan dalam menjalankan bisnis secara efektif dan maksimal.
Disinilah kualitas produk Indonesia diuji, dan perusahaan Indonesia harus bisa
mengubah pola pikir dari “product oriented” menjadi “customer oriented” untuk
memenangkan preferensi pasar.
Menurut
Associate Profesor Ruhul Salim, Ph.D. dari Curtin Business School, Australia,
Indonesia menempati posisi penting di MEA sebagai produsen otomotif terbesar
kedua di ASEAN. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya perusahaan Jepang dan Korea
yang memproduksi kendaraan di Indonesia. Bahkan, perusahaan ternama General
Motors mulai memproduksi kendaraan di Indonesia sejak 2013. Namun investasi
semacam ini juga harus didukung oleh kebijakan pemerintah dan infrastruktur
yang baik.
“Pada masa
krisis ekonomi global 2009, sektor otomotif Indonesia nyaris tidak tersentuh
oleh efek krisis tersebut. Kemudian jika Indonesia ingin memimpin pasar ASEAN
apa yang harus dilakukan? Hal ini tergantung pemerintah. Pemerintah Indonesia
harus membuat kebijakan-kebijakan yang mendukung implementasi AFTA dan MEA,”
jelas Ruhul.
4. Menggali lebih dalam potensi yang dimiliki Indonesia
Indonesia punya
keuntungan demografi, geografi, dan lainnya serta banyak sekali komiditi yang
bisa diandalkan dan dipersiapkan untuk bersaing dalam AFTA. Bonus demografi
adalah arti struktur penduduk Indonesia dari sisi usia adalah Piramida Penduduk
Muda, hal ini menunjukkan usia penduduk muda lebih banyak dari pada penduduk
dewasa.
Optimasi di bidang
sumber daya dan kualitas produk akan secara signifikan meningkatkan daya saing
Indonesia sebagai negara penghasil produk, yang mampu menyediakan produk
berkualitas bagi negara-negara di lingkup ASEAN maupun global. Dengan
memaksimalkan potensi penyerapan produk Indonesia, kita akan bisa merasakan
AFTA sebagai sebuah win-win solution bagi kemajuan perekonomian Indonesia dan
ASEAN.
Dengan melakukan perbaikan dari
besisi, diharapkan mampu menjadikan Indonesia lebih siap dalam menghadapi MEA
dan AFTA. Sikap yang diambil pemerintah sendiri juga sangat menentukan posisi
indonesia nantinya. Semoga Indonesia mampu bersaing dan berujung pada
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakatnya.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar