Minggu, 31 Januari 2016

Zaman Batu

Zaman batu merupakan zaman paling tua dalam sejarah kehidupan manusia. Disebut zaman batu karena sebagian besar alat-alat kehidupannya terbuat dari batu. Alat-alat tersebut berfungsi sebagai alat untuk mencari dan mengolah makanan, serta sebagai sarana pemujaan. Zaman batu terbagi atas beberapa zaman, yaitu sebagai berikut.
  1. Zaman Batu Tua (Paleolitikum)
    Zaman batu tua adalah masa ketika alat-alat yang digunakan terbuat dari batu yang masih kasar pembuatannya, bahkan tidak mengalami perubahan yang terlalu banyak oleh tangan manusia. Alat-alat yang dibuat hampir tidak mengubah bentu aslinya, karena teknologi yang dikuasai masih sangat terbatas dan sederhana dan juga fungsinya masih sangat terbatas. Contohnya kapak pada zaman ini digunakan untuk membelah, menggali, berburu, menusuk, dan lain-lain.

    Zaman paleolitikum berlangsung sangat lama, yaitu kira-kira 600.000 tahun. Pada zaman ini, di Indonesia dikenal dua kebudayaan, yaitu kebudayaan Pacitan dan Ngandong. Kebudayaan Pacitan ditemukan tahun 1935 oleh Von Koeningswald di daerah Pacitan. Pada waktu penggalian, ia menemukan alat-alat batu dan kapak genggam. Para ahli menyebut alat-alat ini berasal dari lapisan Trinil. Ciri utama kebudayaan Pacitan adalah alat-alat dari batu yang berfungsi sebagai kapak dan berbentuk tidak bertangkai atau kapak genggam. Alat-alat tersebut diperkirakan milik manusia Pithecantrophus erectus.

    Kebudayaan Ngandong ditemukan di daerah Ngandong dan Sidoarjo dengan alat-alat yang ditemukan berupa alat-alat dari tulang, kapak genggam, alat penusuk dari tanduk rusa, dan flake (alat-alat yang terbuat dari batu-batu kecil). Selain di Ngandong, alat-alat ini juga ditemukan di Cabbenge (Sulawesi Selatan).
  2. Zaman Batu Menengah (Mesolitikum)
    Zaman batu tengah ditandai dengan adanya alat-alat yang digunakan dalam bentuk perkakas dengan cara menggosok-gosokkan permukaan alat tersebut. Para ahli ilmu purbakala menyebutkan zaman ini berlamgsung selama 20.000 tahun silam. Seorang peneliti dari Jerman, Van Stein Callefels membedakan kebudayaan Mesolitikum menjadi tiga corak, yaitu sebagai berikut.
    • Kebudayaan Pebble di Sumatra Timur
      Kjokkenmoddinger merupakan ciri utama kehidupan zaman ini, yang ditandai oleh penumpukan sampah dapur berupa kulit siput dan kerang di daerah sepanjang pantai. Tumpukan ini akibat setiap generasi bertempat tinggal sama sehingga membuang sampah pada tempat yang sama pula. Hal ini juga membuktikan bahwa mereka sudah menetap. Peradaban ini ditemukan di Aceh Tamiang, di Guar Kepah Sumatra Utara, dan di Kawal Darat Bintan.
      Setelah dilakukan penelitian pada tahun 1925 di daerah Langsa dan Medan, ditemukanlah sebuah pebble (kapak genggam). Kapak ini berbeda dengan kapak pada masa paleolitikum, bentuk kapak ini bulat, dibuat dari batu kali dengan cara membelah batu kali menjadi dua bagian dan bagian belahan tersebut diasah lebih lanjut sehingga menjadi agak halus.
      Selain pebble, pada zaman ini ditemukan juga kapak pendek dengan bentuk setengah lingkaran seperti kapak genggam. Mereka juga menggunakan batu pipih dan batu landasan untuk menggiling makanan serta cat merah. Untuk keperluan berburu binatang, mereka menggunakan panah bergigi dan tulang-tulang hewan.
    • Kebudayaan Tulang di Sampung
      Kebudayaan tulang di Sampung, Ponirogo, Jawa Timur ditemukan di dalam abris sous roche, yaitu gua-gua yang dijadikan tempat tinggal manusia purba pada zaman Mesolitikum. Berdasarkan alat-alat kehidupan yang ditemukan oleh Van Steins Callefels pada tahun 1928-1931, di gua Lawa, Sampung, ditemukan alat-alat dari batu seperti ujung panah dan flakes, kapak yang sudah diasah, alat dari tulang, dan tanduk rusa. Di gua Lawa tidak ditemukan pebble yang merupakan inti dari kebudayaan mesolitikum. Selain di Sampung, abris sous roche juga ditemukan di daerah Besuki dan Bojonegoro Jawa Timur. Penelitian terhadap gua Basuki dan Bojonegoro ini dilakukan ileh Van Heekeren.
    • Kebudayaan Flakes di Toala
      Selain di Dua Lawa, abris sous roche juga banyak ditemukan di Sulawesi selatan, terutama di daerah Lomocong, yaitu di Gua Leang Pattae. Di dalam gua tersebut ditemukan flakes, ujung mata panah yang sisi-sisinya bergerigi dan pabble. Gua ini didiami oleh suku Toala, sehingga oleh tokoh peneliti Fritz Sarasin dan Paul Sarasin, suku Toala yang sampai sekrang masih dianggap sebagai keturunan langsung penduduk Sulawesi Se,atan zaman praaksara. Kebudayaan Toala merupakan kebudayaan mesolitikum yang kemungkinan berlangsung sekitar tahun 3000 sampai 1000 tahun SM. Selain di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, abris sous roche juga ditemukan di daerah Timor dan Rote. Penelitian terhadap abris sous roche di dua tempat tersebut dilakukan oleh Alfred Buhler. Di dalamnya ditemukan flakes dan ujung mata panah yang terbuat dari batu yang indah.
  3. Zaman Batu Muda (Neolitikum)
    Zaman ini merupakan zaman termuda dari urutan-urutan zaman batu. Pengertian muda disini lebih mencerminkan rentang waktu dari zaman tersebut ke zaman sekarang, bukan pengertian muda untuk batu yang digunakan. Ciri khas zaman ini adalah alat-alat yang digunakan telah diasah lebih halus dengan bentuk yang semakin baik. Hal ini karena teknologi yang berkembang pada zaman ini telah lebih maju dari zaman sebelumnya. Alat-alat yang dibuat jauh lebih beragam, tidak hanya kapak yang mereka buat, tetapi juga tembikar. Hal ini mereka lakukan untuk mendukung kehidupannya yang sudah mulai menetap dan berubah dari food gathering menjadi food producing.

    Peninggalan kebudayaan yang sangat penting pada masa ini adalah kapak lonjong dan kapak persegi. Penamaan kapak ini berdasarkan bentuk kapak tersebut. Keduanya memiliki kesamaan, yaitu memperlihatkan asahan yang sudah sangat halus. Selain kapak, ada alat-alat lain yang digunakan untuk bekerja, yaitu pacul, beliung, dan tarah, serta benda-benda upacara, yaitu batu akik, gelang-gelang, perhiasan, dan tembikar.

    Ada hal yang menarik mengenai persebaran peralatan zaman batu muda ini, yaitu ada tiga daerah persebaran yang berbeda. Daerah Sumatra, Jawa, Bali, dan sebagian Kalimantan Barat merupakan daerah persebaran kapak persegi, sedangkan persebaran kapak lonjong lebih ke daerah timur Indonesia, yaitu Papua. Ada pula daerah campuran penyebaran kapak lonjong dan kapak persegi, yaitu Sulawesi dan daerah-daerah Sumbawa Timur.
  4. Zaman Batu Besar (Megalitikum)
    Megalitikum merupakan sebutan untuk istilah kebudayaan batu besar pada zaman praaksara. Kebudayaan megalitikum bukanlah suatu zaman yang berkembang tersendiri, melainkan suatu hasil budaya yang timbul pada zaman neolitikum dan berkembang pesat pada zaman logam. Sebutan zaman batu besar didasarkan pada ukuran batu-batu yang digunakan, yaitu berupa batu-batu besar. Bentuk peninggalan pada zaman ini lebih bersifat kerohanian daripada untuk keperluan fisik manusia. Berbagai peninggalannya berupa susunan batu besar yang dibentuk menurut keperluan upacara tertentu.
    Peninggalan terpenting pada zaman ini yaitu sebagai berikut.
    • Menhir, adalah batu tugu yang dibuat sebagai sarana penyembahan arwah nenek moyang. Diperkirakan hasil kebudayaan ini berasal dari periode Neolitikum. Para arkeolog memercayai bahwa tugu ini digunakan untuk tujuan religius dan memiliki makna simbolis sebagai sarana penyembahan arwah nenek moyang. Pada perkembangan selanjutnya, menhir berfungsi sebagai batu nisan untuk makam.
    • Dolmen, adalah meja batu yang dipergunakan sebagai tempat meletakkan meja sesajen untuk arwah nenek moyang. Meja batu ini dibentuk dari lempeng batu besar yang datar sebagai alas dan disangga oleh empat batu yang panjang.
    • Sarkofagus, adalah kubur batu yang terbuat dari sebuah batu utuh dengan cara melubangi bagian tengah batu tersebut, kemudian diberi tutup dari batu juga. Alat ini digunakan untuk mengubur atau menyimpan mayat di dalamnya atau berfungsi sebagai peti mayat. Namun, meski sarkofagus berfungsi sebagai peti batu, ada perbedaan cara pembuatan antara sarkofagus dan peti batu. Peti batu terbuat dari lempengan-lempengan batu yang sisi-sisinya digabungkan sehingga membuat sebuah peti, sedangkan sarkofagus hanya dari satu buah batu.
    • Punden berundak-undak, adalah suatu bangunan yang digunakan sebagai tempat pemujaan arwah nenek moyang. Dinamakan punden berundak karena bentuk bangunannya berupa tumpukan batu bertingkat seperti anak tangga dengan bagian tertinggi atau yang paling atas merupakan yang paling suci.
    • Pendhusa, yaitu gabungan antara dolmen dan kubur batu dengan bentuk bagian atasnya terdapat meja batu dan di bawah kubur batu.
    • Arca merupakan patung yang melambangkan wujud nenek moyang sebagai perlambangan dan wujud yang akan dipuja atau disembah oleh orang-orang tersebut.

Sumber : Farid, Samsul,2013. Sejarah Indonesia untuk SMA-MA/SMK Kelas X. Bandung: Yrama Widya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar